Jakarta — okuraya.info
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Katib Syuriyah, KH Sarmidi Husna, membenarkan pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU. Keputusan tersebut diambil dalam rapat harian Syuriyah pada Rabu (26/11/2025) pukul 00.45 WIB, dan dituangkan dalam Surat Edaran PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025.
Sarmidi menjelaskan pemberhentian ini dilatarbelakangi dua faktor utama. Pertama, adanya temuan audit internal PBNU tahun 2022 mengenai aliran dana sebesar Rp100 miliar yang terhubung dengan PBNU dan dikendalikan oleh Mardani H. Maming selaku Bendahara Umum saat itu. Meski dokumen tersebut seharusnya bersifat internal, Sarmidi mengakui data yang beredar itu benar adanya.
"Kalau melihat data yang ada, itu benar. Ada aliran dana yang masuk," ujar Sarmidi dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Namun, ia menegaskan tidak dapat merinci lebih jauh karena menyangkut isu internal organisasi.
Fator kedua yang menjadi dasar pemberhentian yaitu tindakan Gus Yahya yang disebut mengundang narasumber berafiliasi dengan kelompok pro-Zionis dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan NU. Menurut Sarmidi, tindakan tersebut dinilai merusak reputasi dan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah, serta memenuhi unsur pasal pemberhentian berdasarkan peraturan perkumpulan.
Dengan pemberhentian ini, Gus Yahya tidak lagi berhak menggunakan atribut maupun kewenangan Ketua Umum PBNU hingga ada keputusan lain yang bersifat resmi.
Kepemimpinan Beralih ke Rais Aam, Penyelesaian Sengketa Melalui Majelis Tahkim
Sarmidi menegaskan bahwa selama belum ditetapkan Penjabat (Pj) Ketua Umum, kepemimpinan PBNU berada di bawah otoritas Rais Aam sebagai pemegang komando tertinggi organisasi.
Apabila Gus Yahya keberatan, PBNU mempersilakan dirinya menempuh jalur Majelis Tahkim NU, sesuai Peraturan Perkumpulan NU Nomor 14 Tahun 2025 tentang penyelesaian perselisihan internal. Majelis Tahkim bersifat final dan mengikat, setara Mahkamah Konstitusi di lingkungan organisasi.
Struktur Majelis Tahkim terdiri dari sembilan hakim, antara lain Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), KH Fuad Nurhasan, Rais Aam KH Miftachul Akhyar, Prof KH Machasin, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam KH Said Asrori, serta dua Wakil Rais Aam KH Anwar Iskandar dan KH Afifuddin Muhajir.
Menurut Sarmidi, forum ini akan segera digelar untuk mengkaji keputusan pemberhentian sekaligus menjadi ruang keberatan bagi pihak terkait. Ia menegaskan bahwa roda organisasi tetap berjalan melalui forum-forum resmi NU.
"Biarkan Syuriyah bekerja. Pada saatnya, rapat pleno dan permusyawaratan PBNU akan memberi penjelasan lebih utuh kepada jamaah," pungkasnya.
Perkum Nomor 14 Tahun 2025 mengatur wewenang Majelis Tahkim, antara lain:
1. Menguji kesesuaian keputusan organisasi dengan AD/ART dan Qanun Asasi NU.
2. Memutus sengketa antarpengurus di semua tingkatan.
3. Menyelesaikan perselisihan dengan Badan Otonom NU tingkat pusat.
4. Menyelenggarakan islah sebelum sidang jika memungkinkan.
Jika islah berhasil, keputusan dituangkan tanpa persidangan. Bila gagal, perkara diputus melalui sidang resmi Majelis Tahkim.
#Erw_team